MAKALAH
Legal Aspek Produk Tek.Inf dan Komunikasi
Kelompok 9
Disusun oleh :
SURYADI SANTOSO W 57416202
TIAR FAJRIAN 57416378
TYAS KUSMULIATI 57416466
VERGI NARDIAN 57416517
KELAS 2IA03
TEKNOLIGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
Chip Sillicon (Silikon Chip)
Chip silicon merupakan teknologi di yang banyak di gunakan di era sekarang untuk mempermudah proses pembuatan chip chip yang ada di computer dengan bahan silicon yang lebih efisien dan fleksibel.
Azaz dan Tujuan UU Informasi dan Transaksi Elektronik
Saat ini kemajuan teknologi dan informasi berjalan dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan setiap orang mudah untuk mengakses informasi dan bertransaksi dengan dunia luar. Bahkan internet dapat menciptakan suatu jaringan komunikasi antar belahan dunia sekalipun.
Kemajuan teknologi ini tentunya mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya antara lain mudahnya memperoleh informasi kapan pun dan dimana pun, meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan sebagai media yang memungkinkan siapapun untuk berpartisipasi di dalamnya untuk keperluan apa pun dan lain-lain.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu membuka ruang terjadinya perdagangan gelap, penipuan dan pemalsuan, dapat merusak moral bangsa melalui situs-situs tertentu, menurunkan rasa nasionalisme, penyalahgunaan yang tidak memandang nilai-nilai agama dan sosial budaya dapat menimbulkan perpecahan dan sebagainya.
Namun Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan DPR rupanya telah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh internet. Maka setelah melalui proses pertimbangan, pada 21 April 2008, diundangkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang lebih dikenal dengan UU ITE.
Di dalam pasal 3 UU ITE disebutkan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektonik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Pasal 4 juga menyebutkan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Informasi Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu “pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik” dan “pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang”. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature.
Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
• Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
• Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
• Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE);
• Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
• Konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
• Akses ilegal (Pasal 30);
• Intersepsi ilegal (Pasal 31);
• Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
• Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
• Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
• Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines(pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
• Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan).
• Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan).
• Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti).
• Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking).
• Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi).
• Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia).
• Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?)).
• Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)).
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indoneia tentang penyelenggaraan sertifikasi elektronik.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik:
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348).
3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8).
4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96).
5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.
6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi.
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
2. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
3. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
4. Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik adalah kegiatan menyediakan, mengelola, mengoperasikan infrastruktur Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, dan/atau memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
5. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
6. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik berbentuk badan hukum dan berdomisili di Indonesia.
7. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Asing adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik berbentuk perseroan terbatas dan berdomisili di Indonesia yang memiliki kepemilikan modal asing.
8. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Induk adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia yang menerbitkan Sertifikat Elektronik bagi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik berinduk;
9. Pemilik Sertifikat Elektronik (subscriber) yang selanjutnya disebut Pemilik Sertifikat Elektronik adalah pihak yang identitasnya tertera dalam Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan sudah melalui proses verifikasi.
10. Lembaga Sertifikasi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang selanjutnya disingkat LS PSrE adalah lembaga sertifikasi di Indonesia yang ditunjuk oleh Menteri untuk melakukan penilaian kesesuaian Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terhadap Standar Nasional Indonesia dan persyaratan tambahan yang ditetapkan.
11. Kebijakan Sertifikat Elektronik (Certificate Policy) adalah tata cara dan/atau prosedur yang ditulis dan digunakan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk penggunaan, pendaftaran, penerbitan, dan pencabutan Sertifikat Elektronik.
12. Pernyataan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik (Certification Practice Statement) adalah ketentuan prosedur operasional Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik termasuk tata cara penerbitan Sertifikat Elektronik.
13. Instansi Penyelenggara Negara yang selanjutnya disebut Instansi adalah institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif di tingkat pusat dan daerah dan instansi lain yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan.
14. Kementerian Komunikasi dan Informatika yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
16. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Aplikasi Informatika.
Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual dan Perlindunga Hak Pribadi
Pasal 23
(1). Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2). Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3). Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
(1). Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2). Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3). Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
(1). Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2). Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Penyelesaian Sengketa
Pasal 38
(1). Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2). Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 39
(1). Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2). Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat
Pasal 40
(1). Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2). Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3). Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4). Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5). Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6). Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1). Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3). Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.